Jumat, 24 Februari 2012

Merah putih dulu, hari ini, esok, dan selamanya.

    "Kepada bendera merah putih, hormat grakkk!!!!" ucap pemimpin upacara ketika upacara pengibaran bendera merah putih dilaksanakan. Pemandangan umum seperti ini memang acap kali kita saksikan ketika masih duduk di bangku sekolah. Hari senin biasa nya menjadi hari yang telah dipesan untuk menjadi penyelenggara. Untuk mengikuti upacara ini pula banyak siswa yang berangkat lebih awal ketika pagi hari dan mengatakan bahwa saya pergi lebih awal karena ada upacara bendera di sekolah.
     Bendera merah putih merupakan bendera Negara Republik Indonesia yang selalu berkibar  dari depan gedung gedung paling tinggi di Indonesia sampai pada sekolah sekolah yang hampir rubuh karena pemimpin negara ini sibuk memperhatikan dirinya sendiri. Tidak ada tempat yang tidak mengijinkan kain berwarna dua ini untuk berkibar. Saat berkibar adalah hal yang sangat indah dari merah putih karena dari kibaran nya seakan ia mengatakan "aku adalah dirimu yang menunggu engkau menjadi diriku kemarin, hari ini, esok, dan selamanya."
     Merah putih mencapai puncak popularitas nya setiap kali tanggal 17 Agustus hadir. Antusiasme masyarakat Indonesia selalu terlihat untuk mengibarkan bendera ini karena merah putih sah menjadi pasangan kemerdekaan Indonesia sejak tanggal 17 Agustus 1945. Bendera yang pada saat itu dijahit tangan oleh Ibu Fatmawati berkibar dengan gagah nya mengiringi kemerdekaan Indonesia.
    Sebelum saya sekolah, sempat terlontar pertanyaan tentang alasan pemilihan warna merah putih yang menjadi dasar warna bendera negara ini. Pertanyaan-pertanyaan baru yang muncul hasil reproduksi pemikiran saya dengan imajinasi anak yang belum terkontaminasi adalah mengapa tidak berwarna merah, kuning, hijau seperti warna pelangi, atau hitam seperti sepatu pertama saya untuk dipakai bersekolah dulu, atau juga merah saja seperti plat nomor kendaraan pemerintah yang dengan gagah meskipun itu sesungguh nya milik rakyat melaju di jalanan. Hingga pada akhir nya saat sekolah dasar kelas pertama, semua pertanyaan itu terjawab. " Anak-anak ku, bendera Indonesia itu berwarna merah dan putih. Yang perlu kalian ingat, yang berwarna merah itu berada di atas. Sedangkan yang berwarna putih itu berada di bagian bawah. Pengertian kedua nya adalah bahwa warna merah berarti berani. Sedangkan yang berwarna putih berarti suci." Demikian lah penjelasan guru saya ketika sekolah dasar dulu. Saya menjadi sadar bahwa pada dulu nya pemilihan warna ini ingin mengingatkan kepada seluruh warga negara ini bahwa berani lah untuk mempertahankan kebenaran di negeri ini. Dan kebenaran itu sesungguhnya akan lahir dari kesucian hati masing-masing warga dari negeri ini.
     Namun pada saat ini, dalam praktik nya, terjadi banyak sekali pelanggaran-pelanggran dalam pengibaran bendera negeri ini. Yang paling fatal adalah ketika pengibaran bendera putih dimana posisi bendera yang siap dikibarkan ke puncak tertinggi lagu Indonesia raya yang mengiri nya terlihat terbalik. Kontan saja sebagai warga negara Indonesia yang menyaksikan kejadian itu akan sangat menyesal peristiwa tersebut. Masalah human error yang menjadi alasan utama jelas akan menjadi andalan. Namun dibalik upaya itu semua pasti ada persiapan yang dilakukan agar ketika dikibarkan minimal dapat sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Saya melihat bahwa ini lebih kepada masalah hati nurani dari masing-masing individu dalam memandang bendera tersebut bukan hanya dari segi bahwa bendera itu adalah benda, tetapi lebih kepada bendera itu adalah jati diri dari masing masing individu. Ketika hal ini ditanamkan maka akan ada kewajiban yang melekat untuk menyempurnakan perlakuan pada merah putih.
     Berkaca pada keadaan sekarang tentang sikap kita terhadap bendera negeri ini, saya selalu berharap bahwa dalam hati yang paling dalam meskipun kita semua ingin bahwa negeri ini tetap berdiri sampai pada habis waktu di dunia ini, namun saya lebih memilih kata "mumpung" masih berdiri, maka perkenankan lah merah putih tetap berkibar, bukan sebagai benda mati tetapi lebih sebagai penyampai pesan siapa jati diri bangsa ini sesungguh nya. Merahkan diri mu sebagai warga bangsa yang berani untuk mempertahankan bangsa ini, meskipun di satu sisi engkau jenuh melihat carut-marut negeri ini mulai dari kemiskinan, ketimpangan sosial, hukum, korupsi, dan lain lain. Kita semua sadar akan segala masalah ini maka hanya ada satu langkah untuk merubahnya jika kita tidak yakin sekarang maka hari esok kita bersama menuai hasil nya dengan memutihkan hati kita untuk menyucikan diri terhadap segala bentuk carut-marut negeri ini untuk Indonesia hari esok dan selamanya.
    

Kamis, 23 Februari 2012

Indo"amnesia" Raya Merdeka

     Indo"amnesia" Raya Merdeka. Aneh dan kurang familiar memang dengan judul yang jarang seperti itu. Latar belakang judul ini diangkat dari realitas negara ini yang seakan amnesia pada segala bentuk permasalahan dalam tubuh nya sendiri. Celakanya negara ini seakan raya dan merdeka dengan sikap amnesia yang di tunjukkan nya.
     Secara garis besar kata amnesia berarti kehilangan daya ingat tentang masa lalu atau hal apa saja yang pernah terjadi sebelum nya karena permasalahan pada otak. Jadi sudah sangat jelas bahwa permasalahan utama nya adalah organ penting yaitu otak sebagai pengendali arah hidup dan tindakan apa yang akan di lakukan sepanjang kehidupan. Lalu pertanyaan nya, pada bagian mana otak negara ini terletak sehingga masalah-masalah yang muncul, tumbuh, dan berkembang yang seharus nya adalah terselesaikan justru hilang atau sengaja dihilangkan atau bahkan sengaja dilupakan sehingga pada akhirnya justru tidak terlihat lagi.
     Masalah yang mulai menghilang dan sekarang sudah tidak terlihat lagi adalah "Tragedi Semanggi". Tragedi yang terjadi dengan konsep dua jilid ini sampai sekarang seakan menjadi saksi bisu akan amnesia nya negara ini terhadap pemerhati pemerhati diri nya sendiri.Sidang istimewa yang diusung untuk menentukan arah bangsa ini pada saat itu beserta dwi fungsi abri yang diusung justru mendapat penolakan dari masyarakat luas. Masyarakat terlanjur menempatkan posisi untuk tidak percaya dan melakukan penolakan besar-besaran untuk menggagalkan agenda ini.
    Aktor penting dalam suksesor penolakan ini adalah mahasiswa yang berdiri pada barisan paling depan untuk melakukan perlawanan terhadap agenda sidang tersebut. Meskipun hitung-hitungan nya jelas bahwa aktor lain yang harus mereka hadapi adalah diri kedua dari negara Indo"amnesia" ini, yaitu  siapa lagi kalau bukan pemerintah. Meskipun semua pihak tidak menginginkan bahwa penolakan yang terjadi akan mengarah pada kekerasan, tetapi kemungkinan terbesar selalu mengarah ke arah tersebut. Dan kemungkinan terburuk itu akhir nya terjadi pada 12 November malam, ketika kontak fisik antara mahsiswa dengan aparat yang terjadi di daerah slipi dan Jendral Sudirman menelan banyak korban. Adalah Lukman Firdaus salah seorang mahasiswa yang gugur dalam peristiwa tersebut. Melihat keseriusan dari hampir seluruh warga negara ini, seharus nya pemerintah legowo menyikapi nya dan tidak perlu harus menimbulkan korban jiwa.
  Menilik dari segala bentuk tindak lanjut dari akhir masalah ini, sampai saat ini belum terdapat titik  terang dalam upaya penyelesaiannya. Belum ada satu pihak yang secara ksatria maju kedepan sebagai pihak yang bertanggung jawab sepenuh nya akan tragedi tersebut. Yang terlihat adalah justru lempar bola sejauh jauh nya. Bentuk pertanggung jawaban atau pelecehan mungkin ketika argumen yang dicuatkan kepada media adalah tindakan petugas yang terlalu defensif sehingga petugas melakukan perlawanan yang tidak manusiawi.
   Disisi lain, tindakan amnesia aktif dipertontonkan secara langsung saat anggota DPR yang terhormat menyatakan bahwa tragedi semanggi I dan II bukan lah pelanggaran ham yang berat. Alih alih menuntaskan kasus ini sampai ke tingkat pengadilan HAM ad hoc, justru otak negara ini yang sengaja melupakan kasus ini dengan aksi amnesia nyata dengan berbagai cara seperti dibutkan diatas.
    Dari segala bentuk amnesia nya negeri ini, satu hal terpenting yang perlu diingat bahwa rakyat di negeri ini sebagai pemegang kekuasaan tertinggi tidak akan pernah amnesia akan segala bentuk ketidakadilan. Berubahlah Indo"amnesia".